Ada satu diskusi singkat di grup WhatsApp yang entah kenapa terus menghantui pikiran saya:
"Organisasi mahasiswa bukan tempat menyenangkan kekuasaan, tapi mempertanyakannya."
Kalimat itu terdengar sederhana, bahkan seperti klise. Tapi di tengah semakin memburuknya cuaca gerakan hari ini, ia terasa seperti tamparan telak bagi saya, bagi kita semua yang pernah atau sedang berada dalam organisasi kemahasiswaan. Akhirnya pada pukul 04:20 pagi, sementara yang lainnya terlarut dalam mimpi menjadi ketua organisasi; tulisan ini lahir dari wanginya asap saliti, bau kopi basi dan secuil harapan bahwa esok pagi kita tak kembali sibuk mengatur rundown acara seremoni yang katanya "kritis".
Apakah Kita Masih Bertanya?
Organisasi mahasiswa pada dasarnya adalah ruang latihan berpikir bukan berpikir soal bagaimana cara cepat dilantik atau bagaimana jadi kawan dekat ketua organisasi pusat. Tapi berpikir kritis tentang realitas sosial dan arah kekuasaan. Dalam semangat ini, kita bisa mengingat Immanuel Kant, yang menulis dalam "What is Enlightenment?" bahwa "Pencerahan adalah keluarnya manusia dari ketidakdewasaan yang disebabkan oleh dirinya sendiri." Ketidakdewasaan itu, bagi Kant, adalah ketergantungan pada otoritas tanpa berani menggunakan akal sendiri. Bukankah banyak organisasi hari ini justru menumbuhkan ketergantungan baru bukan pada ide, tapi pada relasi kekuasaan? Organisasi mahasiswa seharusnya menjadi tempat Sapere Aude! "Beranilah berpikir sendiri!" Bukan berpikir bagaimana menyapa pejabat dengan senyum rapat, tetapi bagaimana mengajukan pertanyaan yang mengusik kenyamanan mereka. Namun hari ini, banyak organisasi justru berubah fungsi. Dari ruang kontestasi menjadi ruang presentasi. Dari tempat perlawanan menjadi tempat pengamanan. Dari barikade jalan menjadi barisan paduan suara bagi proyek kekuasaan. Aktivis hari ini lebih takut kehilangan akses ke kantor pemerintah ketimbang kehilangan akal sehat.
Sandiwara yang Dipelihara
Kita semakin sering melihat aktivis-aktivis muda berbaju organisasi yang sibuk berfoto dengan pejabat.
Bukan karena sedang menyodorkan kritik, tapi karena merasa bangga sudah dianggap "mitra strategis."
Apa yang disodorkan ke publik? Proposal seminar? Studi banding? atau pelatihan yang dananya bisa "diatur."? Sementara isu-isu struktural, kekerasan aparat, ketimpangan pendidikan, kemiskinan sistemik ditinggalkan karena “terlalu sensitif” atau “tidak menghasilkan dana.?”
Herbert Marcuse, dalam One-Dimensional Man, mengkritik bagaimana masyarakat modern kehilangan kemampuan untuk berpikir secara transformatif karena terlalu nyaman dalam sistem yang ada. Ia menulis bahwa kritik sosial menjadi tumpul ketika oposisi dijinakkan melalui integrasi ke dalam sistem dominan. Organisasi mahasiswa yang dulu dicurigai penguasa, kini justru menjadi bagian dari sistem pengamanan penguasa. Perlawanan diganti diplomasi. Ide diganti jaringan. Prinsip diganti peluang.
Apakah ini bukan bentuk dari apa yang disebut Antonio Gramsci sebagai hegemoni; kekuasaan tidak lagi memerintah melalui represi semata, tapi melalui persetujuan aktif dari mereka yang seharusnya menolak?
Kita Bukan Lahir untuk Diam
Ketika orang miskin semakin dijauhkan dari tanah dan sekolah, ketika penguasa semakin memperburuk sistem, ketika kekuasaan hanya hadir saat kamera menyala, Apa peran kita sebagai mahasiswa hari ini? Michel Foucault pernah berkata bahwa “di mana ada kekuasaan, di situ ada perlawanan.” Tapi apakah organisasi kita hari ini masih menjadi titik lahir perlawanan itu? Atau kita justru menjadi bagian dari produksi narasi kekuasaan itu sendiri? Kalau organisasi kita tak lagi bisa berkata "tidak" pada kekuasaan, maka organisasi itu sudah kehilangan tulang punggungnya. Mahasiswa harusnya menjadi deritanya rakyat yang dijelaskan dalam bahasa, bukan perwakilan rakyat di dalam ruang AC yang ikut bersulang.
Ayo Kita Ulang Tanya: Untuk Apa Kita Berkumpul?
Organisasi bukan sekadar ruang diskusi. Ia adalah tempat merawat kegelisahan kolektif.
Tempat bertanya:
-
Untuk siapa pembangunan ini?
-
Kenapa kampus makin mahal?
-
Kenapa aparat makin liar?
-
Siapa yang sebetulnya dilayani oleh negara?
Paulo Freire, dalam Pedagogi Kaum Tertindas, mengajarkan bahwa pendidikan yang sejati harus membangkitkan kesadaran kritis (conscientização) kesadaran untuk memahami dunia dan bertindak mengubahnya. Tanpa kesadaran kritis, organisasi mahasiswa hanya akan menjadi tempat pelatihan birokrat masa depan, bukan pembebas masyarakat. Kalau hari ini kita cuma sibuk menyenangkan kekuasaan, maka besok kita hanya akan dikenang sebagai generasi yang gagal mengajukan pertanyaan. Sejarah tidak ditulis oleh mereka yang duduk manis di ruang rapat. Sejarah ditulis oleh mereka yang berani berkata: "Ada yang salah. Dan kami akan terus menyuarakannya."
Kalau bukan kita yang jaga api ini, siapa lagi? ~Selamat Berefleksi~