Dilema Razia Moke di Sikka: Antara Hukum, Budaya dan Perut Rakyat

 

Oleh: Engel_Dbr

Aktivis PMKRI Dan Anggota Perhimpunan Mahasiswa Sikka (PERMASI KUPANG) 

Razia minuman keras lokal jenis Moke oleh aparat Kepolisian Resort Sikka kini menjadi rutinitas tahunan. Dalihnya jelas: menjaga ketertiban, menekan kriminalitas, dan melindungi kesehatan masyarakat. Namun di balik razia yang tampak tertib itu, ada dilema klasik yang mencerminkan wajah paradoks kebijakan negara di banyak wilayah NTT: ketika hukum berhadapan dengan budaya dan negara lupa bahwa perut rakyat tidak bisa diatur dengan pasal.

 Moke: Dari Lontar ke Persaudaraan

Bagi masyarakat Sikka, Moke bukan sekadar minuman keras. Ia adalah simbol persaudaraan dan kearifan lokal. Dalam setiap upacara adat, perkawinan, perdamaian, hingga penyambutan tamu, Moke adalah tanda penghormatan kepada leluhur dan sesama. Ia menjadi “bahasa sosial” yang mempersatukan orang, jauh sebelum hukum negara mengenal istilah izin edar.

Antropolog Dr. I Ketut Ardhana mencatat bahwa minuman tradisional seperti Moke memiliki fungsi sosial yang kuat sebagai jembatan antarindividu dalam komunitas lokal. Melarangnya secara total sama saja dengan merobek lembar identitas kolektif yang telah diwariskan selama ratusan tahun.

Razia dan Luka Ekonomi Rakyat

Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT tahun 2023 menunjukkan lebih dari 12.000 rumah tangga di Flores dan Lembata menggantungkan hidup pada produksi Moke. Di Sikka sendiri, ribuan keluarga di pedalaman menggantungkan dapur mereka pada penyulingan nira lontar.

Razia besar-besaran yang menyita hingga ratusan liter Moke bukan sekadar tindakan hukum tapi pemutusan rantai ekonomi rakyat kecil. Ironisnya, di sisi lain, Moke dalam kemasan kaca berlabel “produk budaya” dijual di hotel-hotel dan festival wisata. Moke di kampung disebut ilegal, Moke di hotel disebut etnik. Inilah ironi yang memabukkan.

Kamtibmas dan Ketidakhadiran Negara

Memang benar, data Polda NTT (2024) menunjukkan sekitar 75–80% tindak kekerasan di wilayah ini dipicu oleh konsumsi minuman beralkohol, termasuk Moke dengan kadar hingga 40–60%. Polisi tentu punya alasan kuat. Namun pendekatan represif semata hanyalah cara malas untuk mengatasi masalah kompleks.

Razia memang menekan angka mabuk tapi juga menumbuhkan ketidakpercayaan. Negara datang bukan membawa solusi melainkan ancaman. Padahal masalah utamanya bukan pada Moke, tapi pada ketiadaan regulasi yang berpihak dan edukasi publik yang berkelanjutan.

Belajar dari Bali dan Manggarai Timur

Bali sudah membuktikan bahwa jalan tengah itu mungkin. Arak Bali yang dulu sering dirazia kini dilegalkan melalui Pergub Bali No. 1 Tahun 2020, yang mengatur kadar alkohol, izin produksi dan ekspor. Hasilnya, arak tidak hanya aman dikonsumsi, tapi juga menjadi komoditas ekspor bernilai tinggi. Langkah serupa diambil oleh Pemkab Manggarai Timur lewat Perda “Sophia” yang memberi izin resmi bagi produsen Moke tradisional dengan standar mutu dan label yang jelas. Artinya, Moke bisa dikelola bukan dibasmi.

Jalan Tengah: Regulasi Bukan Eliminasi

Sudah saatnya Pemda Sikka berani melangkah. Daripada menggelontorkan dana untuk razia, lebih baik membentuk Perda Moke yang mengatur:

• Standar mutu dan kadar alkohol yang aman,

• Izin produksi terbatas untuk kelompok penyuling rakyat,

• Pendampingan sanitasi dan pelabelan produk,

• Serta sosialisasi yang membedakan antara Moke adat dan Moke komersial ilegal.

Negara seharusnya hadir bukan sebagai algojo budaya, tetapi sebagai fasilitator yang memahami kehidupan rakyatnya. Razia boleh berhenti tapi kesadaran harus tumbuh.

Antara Botol dan Martabat

Selama hukum masih memusuhi budaya, rakyat akan terus memilih untuk melanggar dengan harga diri. Moke tidak bisa dihapus dengan razia, sebagaimana adat tidak bisa dihapus dengan surat perintah. Yang dibutuhkan bukan operasi pekat, tapi operasi kesadaran agar negara belajar bahwa melindungi rakyat berarti juga menghormati kebudayaannya.


Media ini dijalankan secara independen.

dukung kami lewat donasi sukarela.

Klik untuk donasi
Next Post Previous Post
2 Comments
  • Anonim
    Anonim 6 November 2025 pukul 10.32

    👏💪

    • Redaksi
      Redaksi 6 November 2025 pukul 10.34

      🙏

Tambahkan Komentar
comment url